baca juga :
-cara menyembunyikan file kedalam gambar
-cara shutdown otomatis
-cara pasang flash di blog
-mengubah file system dengan mudah
-Cara Merubah Nama Processor di windows
-trik ampuh di windows7
-trik cara shutdown otomatis versi indonesia
-pasang petunjuk pengunjung blog yang Online

Gunung Merapi (2914 meter) hingga saat ini masih dianggap sebagai gunung berapi aktif dan paling berbahaya di Indonesia, namun menawarkan panorama dan atraksi alam yang indah dan menakjubkan. Secara geografis terletak di perbatasan Kabupaten Sleman (DIY), Kabupaten Magelang (Jateng), Kabupaten Boyolali (Jateng) dan Kabupaten Klaten (Jateng). Berjarak 30 Km ke arah utara Kota Yogyakarta, 27 Km ke arah Timur dari Kota Magelang, 20 Km ke arah barat dari Kota Boyolali dan 25 Km ke arah utara dari Kota Klaten.
Menurut Atlas Tropische Van Nederland lembar 21 (1938) terletak pada posisi geografi 7 derajad 32.5' Lintang Selatan dan 110 derajad 26.5' Bujur Timur. Dengan ketinggian 2914 m diatas permukaan air laut. Berada pada titik persilangan sesar Transversal perbatasan DIY dan Jawa Tengah serta sesar Longitudinal lintas Jawa (lihat Triyoga Lucas Sasongko 1990, Manusia Jawa & Gunung Merapi Persepsi dan Sistem Kepercayaanya, Gadjahmada Univ. Press). Meletus lebih dari 37 kali, terbesar pada tahun 1972 yang menewaskan 3000 jiwa. Terakhir meletus pada Selasa Kliwon tanggal 22 November 1994, dengan korban tewas lebih dari 50 orang
Mitologi G. Merapi.
Untuk memahami mitologi Gunung Merapi tidak bisa terlepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Kota ini terbelah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Laut Kidul, Parangkusumo - Panggung Krapyak - Karaton - Tugu Pal Putih dan Gunung Merapi. Secara filosofis hal ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu Jagat Alit dan Jagat Ageng.
Jagat alit, yang mengurai proses awal-akhir hidup dan kehidupan manusia dengan segala perilaku yang lurus sehingga terpahaminya hakekat hidup dan kehidupan manusia, digambarkan dengan planologi Kota Yogyakarta sebagai Kota Raja pada waktu itu. Planologi kota ini membujur dari selatan ke utara berawal dari Panggung Krapyak, berakhir di Tugu Pal Putih. Hal ini menekankan hubungan timbal balik antara Sang Pencipta dan manusia sebagai ciptaannnya (Sangkan Paraning dumadi).
Dalam perjalanan hidupnya manusia tergoda oleh berbagai macam kenikmatan duniawi. Godaan tersebut dapat berupa wanita dan harta yang digambarkan dalam bentuk pasar Beringharjo. Adapun godaan akan kekuasaan digambarkan oleh komplek Kepatihan yang kesemuanya berada pada sisi kanan pada jalan lurus antara kraton dan Tugu Pal Putih, sebagai lambang manusia yang dekat dengan pencipta-Nya (Manunggalaing Kawula Gusti).
Jagat Ageng, yang mengurai tentang hidup dan kehidupan masyarakat, di mana sang pemimpin masyarakat siapapaun dia senantiasa harus menjadikan hati nurani rakyat sebagai isteri pertama dan utamanya guna mewujudkan kesejahteraan lahir bathin bagi masyarakat dilandasi dengan keteguhan dan kepercayaan bahwa hanya satu pencipta yang Maha Besar. Jagat Ageng ini digambarkan dengan garis imajiner dari Parangkusuma di Laut selatan - Karaton Yogyakarta - Gunung Merapi. Hal ini lebih menekankan hubungan antara manusia yang hidup di dunia dimana seorang manusia harus memahami terlebih dahulu hakekat hidup dan kehidupannya sehingga mampu mencapai kesempurnaan hidup (Manungggaling Kawula Gusti).
Gunung Merapi menduduki posisi penting dalam mitologi Jawa, diyakini sebagai pusat kerajaan mahluk halus, sebagai "swarga pangrantunan", dalam alur perjalanan hidup yang digambarkan dengan sumbu imajiner dan garis spiritual kelanggengan yang menghubungkan Laut Kidul - Panggung krapyak - Karaton Yogyakarta - Tugu Pal Putih - Gunung Merapi. Simbol ini mempunyai makna tentang proses kehidupan manusia mulai dari lahir sampai menghadap kepada sang Maha Pencipta.
Menurut foklor yang diceritakan oleh Juru Kunci Merapi yang bernama R. Ng. Surakso Hargo atau sering disebut mbah Marijan disebutkan bahwa konon Karaton Merapi ini dikuasai oleh Empu Rama dan Empu Permadi. Dahulu sebelum kehidupan manusia, keadaan dunia miring tidak stabil. Batara Guru memerintahkan kepada kedua Empu untuk membuat keris, sebagai pusaka tanah Jawa agar dunia stabil. Namun belum selesai keburu mengutus para Dewa untuk memindahkan G. Jamurdipa yang semula berada di Laut Selatan ke Pulau Jawa bagian tengah, utara Kota Yogyakarta (sekarang) dimana kedua Empu tersebut sedang mengerjakan tugasnya. Karena bersikeras berpegang pada "Sabda Pendhita Ratu" (satunya kata dan perbuatan) serta tidak mau memindahkan kegiatannya, maka terjadilah perang antara para Dewa dengan kedua Empu tadi yang akhirnya dimenangkan oleh kedua Empu tersebut.
Mendengar kekalahan para Dewa, Batara Guru memerintahkan Batara Bayu untuk menghukum keduanya dengan meniup G. Jamurdipa sehingga terbang diterpa angin besar ke arah utara dan jatuh tepat diatas perapian dan mengubur mati Empu Rama dan Permadi. Namun sebenarnya dia tidak mati hanya berubah menjadi ujud yang lain dan akhirnya menguasai Kraton makhluk halus di tempat itu. Sejak itu arwahnya dipercaya untuk memimpin kerajaan di Gunung Merapi tersebut. Masyarakat Karaton Merapi adalah komunitas arwah mereka yang tatkala hidup didunia melakukan amal yang baik. Bagi mereka yang selalu melakukan amalan yang jelek arwahnya tidak bisa diterima dalam komunitas mahluk halus Karaton Merapi, biasanya terus nglambrang kemana-mana lalu hinggap di batu besar, jembatan, jurang dsb menjadi penunggu tempat tersebut.
Menurut cerita rakyat yang lain yang juga diceritakan oleh mbah Marijan : Konon pada masa kerajaan Mataram tepatnya pada pemerintahan Panembahan Senopati Pendiri Dinasti Mataram (1575-1601). Panembahan Senopati mempunyai kekasih yang bernama Kanjeng Ratu Kidul, Penguasa Laut Selatan. Ketika keduanya sedang memadu kasih dia diberi sebutir "endhog jagad" (telur dunia) untuk dimakan. Namun dinasehati oleh Ki Juru Mertani agar endog jagad tersebut jangan dimakan tapi diberikan saja kepada Ki Juru Taman. Setelah memakannya ternyata Juru Taman berubah menjadi raksasa, dengan wajah yang mengerikan. Kemudian Panembahan Senopati memerintahkan kepada si raksasa agar pergi ke G. Merapi dan diangkat menjadi Patih Karaton Merapi, dengan sebutan Kyai Sapujagad. (Marijan 1996, wawancara)
Labuhan & Selamatan
Sebagai perwujudan kepercayaan Karaton Mataram terhadap keberadaan sekutu mistisnya yaitu Karaton Kidul (di Samodera Indonesia) dan Karaton Merapi ini, maka diselenggarakan prosesi Labuhan. Labuhan berasal dari kata labuh yang artinya persembahan. Upacara adat karaton Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) ini sebagai perwujudan doa persembahan kepada Tuhan YME agar karaton dan rakyatnya selalu diberi keselamatan dan kemakmuran. Labuhan biasanya diselenggarakan di beberapa tempat antara lain di : G. Merapi, Pantai Parangkusumo, G. Lawu dan Kahyangan Dlepih. Biasanya dilaksanakan untuk memulai suatu upacara besar tertentu seperti Tingalan Jumenengan. Barang-barang milik raja yang dilabuh antara lain : Semekan solok, semekan, kain cinde, lorodan layon sekar, guntingan rikmo, dan kenoko selama setahun, seperangkat busana sultan dan kuluk kanigoro.
Disamping labuhan ada beberapa upacara selamatan yang lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti : Sedekah Gunung, Selamatan Ternak, Selamatan Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, Selamatan Mencari Orang Hilang, Selamatan Orang Kesurupan, Selamatan Sekul Bali, Selamatan Mengambil Jenazah, Selamatan Menghadapi Bahaya Merapi, dll. Dua diantaranya ditunjukkan oleh Upacara Becekan dan Upacara Banjir Lahar berikut ini.
Upacara Becekan, disebut juga Dandan Kali atau Memetri Kali yang berarti memelihara atau memperbaiki lingkungan sungai, berupa upacara meminta hujan pada musim kemarau yang berlangsung di Kalurahan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Air sungai sangat penting bagi penduduk setempat untuk keperluan pertanian. Konon sesudah diadakan upacara biasanya segera turun hujan sehingga tanah menjadi becek maka lalu disebut becekan. Becek diartikan juga sebagai sesaji berujud daging kambing yang dimasak gulai. Dusun yang melaksanakan upacara ini antara lain : Dusun Pagerjurang, Dusun Kepuh dan Dusun Manggong. Penyelenggaraannya dibagi menjadi beberapa tahap: Pertama, memetri sumur di Dusun Kepuh (di kawasan itu hanya dusun ini yang memiliki sumur); Kedua, Upacara Becekan dilakukan di tengah-tengah Sungai Gendol; Ketiga upacara khusus di masing-masing dusun. Upacara ini dimaksudkan untuk berdoa memohon hujan kepada Tuhan YME agar tanah menjadi subur, sehingga warga menjadi sehat, aman, selamat dan sejahtera. Waktu penyelenggaraan, menggunakan pranotomongso yaitu pada mongso kapat dan harinya Jumat Kliwon, jika pada mongso kapat tidak terdapat Jumat Kliwon diundur pada mongso kalimo, sebab hari itu dianggap keramat. Upacara ini dipimpin oleh seorang modin dan diikuti oleh warga ketiga dusun. Perlu diketahui bahwa seluruh rangkaian acara ini harus dilakukan/diikuti oleh kaum laki-laki dan sesaji sama sekali tidak boleh disentuh oleh wanita serta kambing untuk sesaji harus kambing jantan.
Upacara Banjir Lahar, tradisi penduduk sekitar gunung berapi, khususnya dalam menanggapi bencana lahar. Salah satunya bisa disaksikan di Dusun Tambakan, Desa Sindumartani, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, sebagai salah satu desa yang sering dilewati bencana lahar (dingin atau panas) dari Gunung Merapi.
Upacara ini berupa doa mohon keselamatan dan perlindungan kepada Tuhan YME bagi segenap penduduk agar terhindar dari marabahaya, disertai dengan peletakan sesaji berupa kelapa muda di sungai yang diperkirakan akan dilewati lahar. Hal ini dilakukan bila telah melihat tanda-tanda alam akan datangnya bencana lahar yang telah mereka kenal secara turun temurun.
Penduduk yang bermukim di tepi sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi kadang mendengar suara-suara aneh di malam hari, misalnya gemerincing suara kereta kencana yang lewat. Konon merupakan pertanda bahwa Karaton Merapi sedang mengirimkan rombongan dalam rangka hajat untuk mengawinkan kerabatnya dengan salah satu penghuni Karaton Laut Kidul. Hal itu ditafsirkan sebagai pertanda mistis bahwa sebentar lagi akan terjadi banjir lahar yang akan melalui sungai itu, sehingga bagi mereka yang tahu akan segera membuat langkah-langkah pengamanan dan penyelamatan.
Adapun tujuan dari penyelenggaraan berbagai prosesi selamatan tersebut konon adalah untuk berdoa memohon keselamatan dan kelimpahan rejeki kepada Tuhan YME serta memberi sedekah kepada makhluk halus penghuni Merapi agar tidak mengganggu penduduk, damai dan terbebas dari marabahaya, sehingga tercipta satu harmoni antara manusia dan lingkungan alam. Apabila perilaku manusia negatif maka maka alampun akan negatif pula.
Konsep keseimbangan yang menjadi kearifan penduduk sekitar Gunung Merapi merupakan implementasi dari nilai-nilai yang mereka percaya bahwa para penghuni akan murka ketika menyimpang dari kaidah-kaidah alam yang benar dan seimbang. Letak harmoninya tidak saja terletak pada sesaji yang disediakan namun pada perilaku yang selalu diusahakan untuk tidak nyebal (menyimpang) dari kaedah-kaedah keseimbangan alam, yang selalu selaras serasi dan seimbang untuk menjaga keutuhan ekosistem.
AKTIFITAS GUNUNG MERAPI
RMOL.  Aktivitas gunung Merapi, Sleman Yogyakarta saat ini (Selasa, 9/11)  tepantau mulai meningkat kembali. Gunung Merapi dikabarkan mulai  mengeluarkan awan panas sementara suara gemuruh terdengar sampai radius  12 km.
JURI KUNCI GUNUNG MERAPI
Mbah Maridja
n Meninggal Dunia, juru  kunci Gunung Merapi yang  juga merupakan Abdi Dalem Keraton Ngayogjokarto yang bergelar Mas Panewu  Surakso Hargo alias Mbah  Marijan ditemukan meninggal  dunia di kediamannya Kinahrejo, Dusun  Pelemsari, Desa Kepuharjo, Cangkringan Sleman karena erupsi Merapi, 26 Oktober 2010.  Pria berusia 83 tahun berpangkat Panewu ini, ditemukan tewas dalam  posisi bersujud di dalam kamar di rumahnya, bersama kerabat dekatnya.  
DAMPAK POSITIF DAN DAMPAK NEGATIF MELETUSNYA GUNUNG MERAPI
A.DAMPAK NEGATIF
-cara menyembunyikan file kedalam gambar
-cara shutdown otomatis
-cara pasang flash di blog
-mengubah file system dengan mudah
-Cara Merubah Nama Processor di windows
-trik ampuh di windows7
-trik cara shutdown otomatis versi indonesia
-pasang petunjuk pengunjung blog yang Online
GUNUNG MERAPI

Gunung Merapi (2914 meter) hingga saat ini masih dianggap sebagai gunung berapi aktif dan paling berbahaya di Indonesia, namun menawarkan panorama dan atraksi alam yang indah dan menakjubkan. Secara geografis terletak di perbatasan Kabupaten Sleman (DIY), Kabupaten Magelang (Jateng), Kabupaten Boyolali (Jateng) dan Kabupaten Klaten (Jateng). Berjarak 30 Km ke arah utara Kota Yogyakarta, 27 Km ke arah Timur dari Kota Magelang, 20 Km ke arah barat dari Kota Boyolali dan 25 Km ke arah utara dari Kota Klaten.
Menurut Atlas Tropische Van Nederland lembar 21 (1938) terletak pada posisi geografi 7 derajad 32.5' Lintang Selatan dan 110 derajad 26.5' Bujur Timur. Dengan ketinggian 2914 m diatas permukaan air laut. Berada pada titik persilangan sesar Transversal perbatasan DIY dan Jawa Tengah serta sesar Longitudinal lintas Jawa (lihat Triyoga Lucas Sasongko 1990, Manusia Jawa & Gunung Merapi Persepsi dan Sistem Kepercayaanya, Gadjahmada Univ. Press). Meletus lebih dari 37 kali, terbesar pada tahun 1972 yang menewaskan 3000 jiwa. Terakhir meletus pada Selasa Kliwon tanggal 22 November 1994, dengan korban tewas lebih dari 50 orang
Mitologi G. Merapi.
Untuk memahami mitologi Gunung Merapi tidak bisa terlepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Kota ini terbelah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Laut Kidul, Parangkusumo - Panggung Krapyak - Karaton - Tugu Pal Putih dan Gunung Merapi. Secara filosofis hal ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu Jagat Alit dan Jagat Ageng.
Jagat alit, yang mengurai proses awal-akhir hidup dan kehidupan manusia dengan segala perilaku yang lurus sehingga terpahaminya hakekat hidup dan kehidupan manusia, digambarkan dengan planologi Kota Yogyakarta sebagai Kota Raja pada waktu itu. Planologi kota ini membujur dari selatan ke utara berawal dari Panggung Krapyak, berakhir di Tugu Pal Putih. Hal ini menekankan hubungan timbal balik antara Sang Pencipta dan manusia sebagai ciptaannnya (Sangkan Paraning dumadi).

Dalam perjalanan hidupnya manusia tergoda oleh berbagai macam kenikmatan duniawi. Godaan tersebut dapat berupa wanita dan harta yang digambarkan dalam bentuk pasar Beringharjo. Adapun godaan akan kekuasaan digambarkan oleh komplek Kepatihan yang kesemuanya berada pada sisi kanan pada jalan lurus antara kraton dan Tugu Pal Putih, sebagai lambang manusia yang dekat dengan pencipta-Nya (Manunggalaing Kawula Gusti).
Jagat Ageng, yang mengurai tentang hidup dan kehidupan masyarakat, di mana sang pemimpin masyarakat siapapaun dia senantiasa harus menjadikan hati nurani rakyat sebagai isteri pertama dan utamanya guna mewujudkan kesejahteraan lahir bathin bagi masyarakat dilandasi dengan keteguhan dan kepercayaan bahwa hanya satu pencipta yang Maha Besar. Jagat Ageng ini digambarkan dengan garis imajiner dari Parangkusuma di Laut selatan - Karaton Yogyakarta - Gunung Merapi. Hal ini lebih menekankan hubungan antara manusia yang hidup di dunia dimana seorang manusia harus memahami terlebih dahulu hakekat hidup dan kehidupannya sehingga mampu mencapai kesempurnaan hidup (Manungggaling Kawula Gusti).
Gunung Merapi menduduki posisi penting dalam mitologi Jawa, diyakini sebagai pusat kerajaan mahluk halus, sebagai "swarga pangrantunan", dalam alur perjalanan hidup yang digambarkan dengan sumbu imajiner dan garis spiritual kelanggengan yang menghubungkan Laut Kidul - Panggung krapyak - Karaton Yogyakarta - Tugu Pal Putih - Gunung Merapi. Simbol ini mempunyai makna tentang proses kehidupan manusia mulai dari lahir sampai menghadap kepada sang Maha Pencipta.
Menurut foklor yang diceritakan oleh Juru Kunci Merapi yang bernama R. Ng. Surakso Hargo atau sering disebut mbah Marijan disebutkan bahwa konon Karaton Merapi ini dikuasai oleh Empu Rama dan Empu Permadi. Dahulu sebelum kehidupan manusia, keadaan dunia miring tidak stabil. Batara Guru memerintahkan kepada kedua Empu untuk membuat keris, sebagai pusaka tanah Jawa agar dunia stabil. Namun belum selesai keburu mengutus para Dewa untuk memindahkan G. Jamurdipa yang semula berada di Laut Selatan ke Pulau Jawa bagian tengah, utara Kota Yogyakarta (sekarang) dimana kedua Empu tersebut sedang mengerjakan tugasnya. Karena bersikeras berpegang pada "Sabda Pendhita Ratu" (satunya kata dan perbuatan) serta tidak mau memindahkan kegiatannya, maka terjadilah perang antara para Dewa dengan kedua Empu tadi yang akhirnya dimenangkan oleh kedua Empu tersebut.
Mendengar kekalahan para Dewa, Batara Guru memerintahkan Batara Bayu untuk menghukum keduanya dengan meniup G. Jamurdipa sehingga terbang diterpa angin besar ke arah utara dan jatuh tepat diatas perapian dan mengubur mati Empu Rama dan Permadi. Namun sebenarnya dia tidak mati hanya berubah menjadi ujud yang lain dan akhirnya menguasai Kraton makhluk halus di tempat itu. Sejak itu arwahnya dipercaya untuk memimpin kerajaan di Gunung Merapi tersebut. Masyarakat Karaton Merapi adalah komunitas arwah mereka yang tatkala hidup didunia melakukan amal yang baik. Bagi mereka yang selalu melakukan amalan yang jelek arwahnya tidak bisa diterima dalam komunitas mahluk halus Karaton Merapi, biasanya terus nglambrang kemana-mana lalu hinggap di batu besar, jembatan, jurang dsb menjadi penunggu tempat tersebut.
Menurut cerita rakyat yang lain yang juga diceritakan oleh mbah Marijan : Konon pada masa kerajaan Mataram tepatnya pada pemerintahan Panembahan Senopati Pendiri Dinasti Mataram (1575-1601). Panembahan Senopati mempunyai kekasih yang bernama Kanjeng Ratu Kidul, Penguasa Laut Selatan. Ketika keduanya sedang memadu kasih dia diberi sebutir "endhog jagad" (telur dunia) untuk dimakan. Namun dinasehati oleh Ki Juru Mertani agar endog jagad tersebut jangan dimakan tapi diberikan saja kepada Ki Juru Taman. Setelah memakannya ternyata Juru Taman berubah menjadi raksasa, dengan wajah yang mengerikan. Kemudian Panembahan Senopati memerintahkan kepada si raksasa agar pergi ke G. Merapi dan diangkat menjadi Patih Karaton Merapi, dengan sebutan Kyai Sapujagad. (Marijan 1996, wawancara)
Labuhan & Selamatan
Sebagai perwujudan kepercayaan Karaton Mataram terhadap keberadaan sekutu mistisnya yaitu Karaton Kidul (di Samodera Indonesia) dan Karaton Merapi ini, maka diselenggarakan prosesi Labuhan. Labuhan berasal dari kata labuh yang artinya persembahan. Upacara adat karaton Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) ini sebagai perwujudan doa persembahan kepada Tuhan YME agar karaton dan rakyatnya selalu diberi keselamatan dan kemakmuran. Labuhan biasanya diselenggarakan di beberapa tempat antara lain di : G. Merapi, Pantai Parangkusumo, G. Lawu dan Kahyangan Dlepih. Biasanya dilaksanakan untuk memulai suatu upacara besar tertentu seperti Tingalan Jumenengan. Barang-barang milik raja yang dilabuh antara lain : Semekan solok, semekan, kain cinde, lorodan layon sekar, guntingan rikmo, dan kenoko selama setahun, seperangkat busana sultan dan kuluk kanigoro.
Disamping labuhan ada beberapa upacara selamatan yang lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti : Sedekah Gunung, Selamatan Ternak, Selamatan Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, Selamatan Mencari Orang Hilang, Selamatan Orang Kesurupan, Selamatan Sekul Bali, Selamatan Mengambil Jenazah, Selamatan Menghadapi Bahaya Merapi, dll. Dua diantaranya ditunjukkan oleh Upacara Becekan dan Upacara Banjir Lahar berikut ini.
Upacara Becekan, disebut juga Dandan Kali atau Memetri Kali yang berarti memelihara atau memperbaiki lingkungan sungai, berupa upacara meminta hujan pada musim kemarau yang berlangsung di Kalurahan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Air sungai sangat penting bagi penduduk setempat untuk keperluan pertanian. Konon sesudah diadakan upacara biasanya segera turun hujan sehingga tanah menjadi becek maka lalu disebut becekan. Becek diartikan juga sebagai sesaji berujud daging kambing yang dimasak gulai. Dusun yang melaksanakan upacara ini antara lain : Dusun Pagerjurang, Dusun Kepuh dan Dusun Manggong. Penyelenggaraannya dibagi menjadi beberapa tahap: Pertama, memetri sumur di Dusun Kepuh (di kawasan itu hanya dusun ini yang memiliki sumur); Kedua, Upacara Becekan dilakukan di tengah-tengah Sungai Gendol; Ketiga upacara khusus di masing-masing dusun. Upacara ini dimaksudkan untuk berdoa memohon hujan kepada Tuhan YME agar tanah menjadi subur, sehingga warga menjadi sehat, aman, selamat dan sejahtera. Waktu penyelenggaraan, menggunakan pranotomongso yaitu pada mongso kapat dan harinya Jumat Kliwon, jika pada mongso kapat tidak terdapat Jumat Kliwon diundur pada mongso kalimo, sebab hari itu dianggap keramat. Upacara ini dipimpin oleh seorang modin dan diikuti oleh warga ketiga dusun. Perlu diketahui bahwa seluruh rangkaian acara ini harus dilakukan/diikuti oleh kaum laki-laki dan sesaji sama sekali tidak boleh disentuh oleh wanita serta kambing untuk sesaji harus kambing jantan.
Upacara Banjir Lahar, tradisi penduduk sekitar gunung berapi, khususnya dalam menanggapi bencana lahar. Salah satunya bisa disaksikan di Dusun Tambakan, Desa Sindumartani, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, sebagai salah satu desa yang sering dilewati bencana lahar (dingin atau panas) dari Gunung Merapi.
Upacara ini berupa doa mohon keselamatan dan perlindungan kepada Tuhan YME bagi segenap penduduk agar terhindar dari marabahaya, disertai dengan peletakan sesaji berupa kelapa muda di sungai yang diperkirakan akan dilewati lahar. Hal ini dilakukan bila telah melihat tanda-tanda alam akan datangnya bencana lahar yang telah mereka kenal secara turun temurun.
Penduduk yang bermukim di tepi sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi kadang mendengar suara-suara aneh di malam hari, misalnya gemerincing suara kereta kencana yang lewat. Konon merupakan pertanda bahwa Karaton Merapi sedang mengirimkan rombongan dalam rangka hajat untuk mengawinkan kerabatnya dengan salah satu penghuni Karaton Laut Kidul. Hal itu ditafsirkan sebagai pertanda mistis bahwa sebentar lagi akan terjadi banjir lahar yang akan melalui sungai itu, sehingga bagi mereka yang tahu akan segera membuat langkah-langkah pengamanan dan penyelamatan.
Adapun tujuan dari penyelenggaraan berbagai prosesi selamatan tersebut konon adalah untuk berdoa memohon keselamatan dan kelimpahan rejeki kepada Tuhan YME serta memberi sedekah kepada makhluk halus penghuni Merapi agar tidak mengganggu penduduk, damai dan terbebas dari marabahaya, sehingga tercipta satu harmoni antara manusia dan lingkungan alam. Apabila perilaku manusia negatif maka maka alampun akan negatif pula.
Konsep keseimbangan yang menjadi kearifan penduduk sekitar Gunung Merapi merupakan implementasi dari nilai-nilai yang mereka percaya bahwa para penghuni akan murka ketika menyimpang dari kaidah-kaidah alam yang benar dan seimbang. Letak harmoninya tidak saja terletak pada sesaji yang disediakan namun pada perilaku yang selalu diusahakan untuk tidak nyebal (menyimpang) dari kaedah-kaedah keseimbangan alam, yang selalu selaras serasi dan seimbang untuk menjaga keutuhan ekosistem.
AKTIFITAS GUNUNG MERAPI
|       |              
JURI KUNCI GUNUNG MERAPI
Mbah Maridja
n Meninggal Dunia, juru  kunci Gunung Merapi yang  juga merupakan Abdi Dalem Keraton Ngayogjokarto yang bergelar Mas Panewu  Surakso Hargo alias Mbah  Marijan ditemukan meninggal  dunia di kediamannya Kinahrejo, Dusun  Pelemsari, Desa Kepuharjo, Cangkringan Sleman karena erupsi Merapi, 26 Oktober 2010.  Pria berusia 83 tahun berpangkat Panewu ini, ditemukan tewas dalam  posisi bersujud di dalam kamar di rumahnya, bersama kerabat dekatnya.  
Selama  ini kita mengenal sosok Mbah Maridjan adalah pribadi yang  selalu setia kepada perintah junjungannya terutama dikala Gunung  Merapi menunjukkan kemarahannya. Mbah Marijan tidak pernah  menyebutnya sebagai kemarahan gunung atau menyebut wedus gembel tetapi  selalu mengatakan, Gunung Merapi punya gawe atau  hajatan
 Sebelum kedatangan wedus gembel atau awan panas yang disemburkan Gunung Merapi menerjang dusun Mbah  Maridjan, dia dengan tegas  tidak mau ikut mengungsi. Alasannya adalah, sebagai juru kunci Gunung Merapi, dia akan banyak menerima tamu. Jika dia  tidak berada di rumah, maka akan banyak yang kecele .DAMPAK POSITIF DAN DAMPAK NEGATIF MELETUSNYA GUNUNG MERAPI
A.DAMPAK NEGATIF
Efek Negatif Abu Letusan Gunung Bagi Kesehatan
AbU vulkanik akibat letusan Gunung Merapi terus beterbangan ke berbagai daerah di sekitar gunung tersebut. Masyarakat sebaiknya mewaspadai abu ini karena bisa mengganggu kesehatan pernapasan, mata, dan kulit.
AbU vulkanik akibat letusan Gunung Merapi terus beterbangan ke berbagai daerah di sekitar gunung tersebut. Masyarakat sebaiknya mewaspadai abu ini karena bisa mengganggu kesehatan pernapasan, mata, dan kulit.
Setelah meletus pada Selasa (26/10) lalu,  letusan susulan Gunung Merapi terus terjadi. Sabtu (30/10) malam,  lagi-lagi gunung teraktif di dunia ini mengeluarkan awan panasnya.  Disusul letusan berikutnya pada Senin (1/11). Tak hanya korban harta dan  nyawa, meletusnya Gunung Merapi juga membawa dampak negatif bagi kesehatan.
Abu  vulkanik dari Gunung Merapi yang terbawa angin ke berbagai arah hingga  banyak membahayakan warga sekitar, terutama pada kesehatan. Abu vulkanik  sering disebut juga pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik adalah  bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi  letusan.
Dikatakan oleh ahli kesehatan paru dari Rumah  Sakit Omni Alam Sutera Tangerang, Dr Thahri Iskandar SpP, pada  prinsipnya sewaktu letusan gunung itu terjadi, berbagai macam  batu-batuan dikeluarkan. “Kandungan yang terdapat dalam abu vulkanik  sangat variatif,” kata dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas  Brawijaya ini.
Thahri mengatakan, apabila dibagibagi, maka  kandungan dalam abu vulkanik tersebut terdiri atas pasir dan  batu-batuan, produk letusan seperti belerang, juga awan panas yang  banyak disebut dengan wedhus gembel. “Semuanya sangat berpengaruh  terhadap kesehatan, khususnya paru-paru,” ungkapnya.
Masih  dijelaskan Thahri, saat menyerang pernapasan, dampak yang terjadi pun  bisa beragam. Misalnya saja saat menyerang kepada orang yang sebelumnya  sehat, maka bergantung seberapa besar debu itu menyerang seseorang.  “Posisi juga menentukan seberapa besar abu tersebut masuk ke dalam  pernapasan kita,” ungkapnya.
Nah, jika posisi seseorang dekat dengan abu  vulkanik yang kemudian masuk ke dalam pernapasan cukup banyak, maka bisa  membuat saluran pernapasan membengkak karena efek dari panasnya udara.  Yang terjadi, bisa saja sesak napas, bahkan sampai mengancam jiwa.
Apabila  awan tersebut naik ke angkasa yang kemudian membentuk awan panas, maka  bisa sebabkan hujan asam yang juga membahayakan kesehatan maupun  lingkungan. Kandungan racun dalam awan panas tadi dapat menurunkan  kesuburan tanah dan kematian bagi hewan. “Namun, jika seseorang berada  dalam posisi yang jauh, otomatis dampak pada kesehatan pun akan  berkurang atau gejalanya lebih ringan,” sebutnya.
Berbeda  halnya dengan seseorang yang sudah bermasalah pada paru-paru, seperti  pada penderita asma misalnya. Umumnya pada seseorang yang memiliki  riwayat asma, maka asmanya akan kumat. “Abu vulkanik merupakan salah  satu pencetus terjadinya serangan asma,” paparnya.
Kita semua  tahu bahwa asma adalah penyakit yang sifatnya terjadi terusmenerus yang  biasanya terjadi apabila terdapat pencetusnya. Dalam hal ini, abu gunung  menjadi salah satu pencetus asma yang kuat sehingga yang terjadi pada  penderita asma biasanya adalah bengek yang bisa muncul kapan saja saat  terpapar abu vulkanik.
Selain asma, abu vulkanik juga sangat berbahaya  bagi seseorang yang sudah menderita penyakit paru obstruktif kronik  (PPOK) atau penyakit yang disebabkan gas atau asap yang beracun dan  berbahaya.
Di Indonesia yang disebut sebagai gas atau asap  berbahaya yang paling banyak adalah asap rokok, bahkan penyakit ini  disebut sebagai penyakit asap rokok karena dominasi yang terlalu besar  oleh asap rokok yang menyebabkan penyakit ini muncul. Semakin banyak  terpapar asap rokok, semakin tinggi risiko.
“Orang normal  saja jika terpapar cukup kuat sangat terpengaruh pada kesehatannya.  Apalagi orang yang sebelumnya dengan riwayat penyakit pernapasan,” ujar  Thahir.
Khusus untuk anak-anak yang terpapar abu  vulkanik, mereka akan lebih sensitif dibandingkan dengan orang dewasa  karena pernapasan pada anak-anak sedang dalam pertumbuhan. Misalnya saja  jika anak jajan terlalu manis, mereka akan lebih cepat batuk karena  terlalu sensitif pada makanan yang dikonsumsinya. Untuk orang yang sudah  punya penyakit paru sebelumnya, begitu ada keluhan, segera hubungi ahli  paru secepatnya.
Dikatakan oleh spesialis paru dari Rumah Sakit  Persahabatan, Dr Agus Dwi Susanto SpP, abu vulkanik sangat mengganggu  kesehatan manusia terkait dengan berbagai hal, terutama paru, mata, dan  kulit.
“Secara umum, efek abu vulkanik pada paru akan menyebabkan  iritasi karena bersifat asam,” ujar staf pengajar dari Divisi Paru Kerja  dan Lingkungan Departemen Pulmonologi dan ilmu kedokteran Respirasi  FKUI/RSCM.
Dijelaskan olehnya, iritasi yang terjadi adalah  dari saluran pernapasan atas hingga bawah, seperti batuk-batuk atau  bersin. Namun jika fasenya lebih lanjut, maka bisa menyebabkan sakit  tenggorokan, timbunan dahak, sesak napas, juga kekambuhan pada penyakit  paru apabila seseorang sebelumnya telah memiliki riwayat penyakit  pernapasan. “Penyakit tersebut bisa terjadi, jika kejadiannya  terus-menerus dan bertahun-tahun,” tegasnya.
Masih  dijelaskan Agus, akibat lanjutan dari iritasi saluran napas yang terjadi  adalah meningkatnya risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan akut  (ISPA). Sementara untuk efek jangka panjang, bisa terjadi penumpukan  debu di paru atau silica yang berisiko terjadinya silikosis.
Dampak  kesehatan yang terjadi di luar kesehatan pernapasan atau paru, di  antaranya iritasi pada mata, seperti mata berair hingga kebutaan. Kulit  pun menjadi bagian yang terkena dampak akan bahaya vulkanik, di  antaranya iritasi berupa gatal-gatal, bisa membuat erosi, bahkan kulit  bisa terbakar karena abu vulkanik. “Hindari paparan debu vulkanik dan  pergi jauh dari sumber abu vulkanik,” pesannya.
Agus berpesan  agar masyarakat sekitar yang terpapar abu vulkanik untuk terus  memproteksi diri dari bahaya, seperti menggunakan masker yang aman.  Pilih masker respirator yang bisa menyaring partikel-partikel kecil agar  debu tidak bisa masuk dari samping. “Masker biasa tipis sehingga tidak  bisa memproteksi 100 persen. Walaupun begitu, masker tetap  direkomendasikan sebagai alat pelindung diri,” ujar dokter lulusan FK UI  ini.
  home
 Home
+ komentar + 1 komentar
Sangat membantu!!!
Terima kasih gan
kunjungan baliknya ya gan
pencet disini
Posting Komentar